Wednesday, July 31, 2013

Review: I Hate Rich Men oleh Virginia Novita


Adrian Aditomo benar-benar tipikal pria kaya yang dibenci Miranda, tidak peduli betapa tampan dan seksinya pria itu. Sifatnya angkuh dan begitu superior.

Ada lagi, pria itu sinting! Adrian berani menculik Miranda hanya untuk mengatakan kalimat yang tidak masuk akal—“Adik Anda merebut tunangan saya,” kata pria itu dingin.
“Hah?” Hanya itu yang bisa dikatakan Miranda. Apakah orang yang dimaksud pria itu adalah Nino? Nino-nya yang masih berumur tujuh belas tahun dan masih polos? Tidak mungkin Nino-nya yang masih remaja itu menyukai wanita yang lebih tua, apalagi milik orang lain! 
Demi untuk membersihkan nama baik Nino, Miranda terpaksa bekerja sama dengan Adrian. Hal yang sangat sulit dilakukan karena mereka berdua tidak pernah sependapat dan selalu bertengkar. 
Seharusnya sejak awal Miranda menolak berurusan dengan Adrian. Ia benar-benar mengabaikan firasatnya. Firasat yang mengatakan Adrian mampu menjungkir-balikkan hidupnya dan terutama... hatinya.


Sinopsis dicomot dari GOODREADS.

*******

Buntelan Buku pertamaku dari BBI (Blog Buku Indonesia) yang disediakan oleh Mbak Yudith GPU. Thank you, Mbak Yudith, dan Dion yang sudah mengkoordinir bagi-bagi buntelannya. ^^

Kenapa saya milih buku ini dari sejumlah judul yang ditawarkan? Well, karena saya lagi males baca bacaan yang berat. Pengen yang bener-bener ringan dan menghibur. Mengingat banyak teman yang memberi rating tinggi pada buku ini, kenapa nggak? Jadi saya memulai buku ini dengan semangat dan antusias, dan harapan bahwa saya juga akan sangat menikmati buku ini. Seorang teman bilang ini tipikal Cinderella. Hey, I love Cinderella theme. Meskipun mungkin cheesy, saya suka. :D
Daaaaaan...

Eng ing eng ... saya nggak suka. :(

Ide ceritanya bagus. Menurut saya buku ini lucu, menarik, ringan, menghibur. Tapi ... kok berasa ada yang kurang sekaligus mengganggu ya? Ini murni subyektif pendapat saya ya. Mungkin saya sudah punya harapan tertentu, mungkin mood saya lagi nggak pas. Penting diingat, ini sebetulnya masuk kategori Novel Dewasa. Waspadalah!
  1. Di awal buku, masih bagian prolog, saya sudah nggak nyaman dengan gaya 'kebatinan'nya Miranda. I don't know, mungkin karena saya lebih nyaman menggunakan kata "aku" ketika berbicara dengan diri sendiri. Jadi rasanya janggal ketika Miranda menggunakan kata "gue" saat membatin (muncul cukup banyak dengan huruf dimiringkan. Kebatinannya maksud saya, bukan kata "gue"). Kalo ini bacaan teenlit ato si tokoh masih di usia remaja, saya mungkin masih oke. Tapi untuk tokoh 35 tahun? Hmm... bukannya cewek umur 35 tahun nggak boleh pake kata "gue", tapi ya itu tadi, mungkin karena saya pribadi lebih nyaman dengan kata "aku". Sementara, malah Adrian justru pake kata "aku". Kalo yang pake "gue" si Adrian, mungkin saya malah lebih bisa nerima. :D
  2. Terlalu banyak kalimat kebatinan yang menurut saya munculnya (atau letaknya) kurang pas. Jadi berasa nggak konsisten. Yang paling buruk, setiap kalimat kebatinan muncul, saya bener-bener berasa seperti mendengar kalimat kebatinan tokoh-tokoh di sinetron. -_-'
  3. Masih soal "gue" (dan "elo") antara Miranda dan Nino. Lagi-lagi ini bikin saya nggak nyaman bacanya. Saya konservatif kali ya. Bahkan dulu saya nggak suka ketika adek saya pernah  ber-gue-elo dengan saya. 
  4. Ada beberapa adegan yang sebetulnya mungkin lucu and konyol tapi bikin saya bener-bener 'rolling eyes' saking malesnya. Adegan numpahin makanan di sekolahnya Nino? Adegan Miranda berada di kamar Adrian pas Adrian keluar dari kamar mandi cuma mengenakan handuk? Berasa pengen bilang ke Miranda, "Please deh."
  5. Nyambung nomor 4. Penculikan, memata-matai. Adegan Chloe dititipin begitu aja oleh Sandra dan Arthur. Buset! Yang bener aja. Definitely weird. Reaksinya Miranda kok menurut saya agak kurang menggigit gitu ya. Tapi mungkin dia sudah biasa menghadapi hal-hal semacam itu. Hidupnya terasa jauh lebih ramai dibanding hidup saya. *subyektif bangeeet ya. :D
  6. Gaya berceritanya seru sih, tapi ada banyak bagian di mana menurut saya kurang mengalir. Terlalu cepat maju. Ibarat dari gigi dua langsung ke empat. Perpindahannya dari satu kalimat ke kalimat lain terasa kurang halus, seolah ingin bercerita detil, tapi nggak cukup detil. Nah, bingung kan? Saya sampe sempet mikir, apakah kalo diselipin sejumlah kata-kata ato kalimat lain justru jadi bertele-tele? Apa karena kira-kira ada batas halaman supaya ngirit pas mencetak ini buku? :p 
  7. Mungkin juga karena saya belakangan ini membombardir diri dengan membaca banyak novel terbitan Harlequin, jadi pas baca buku ini langsung terpikir, "Harlequin bangeeeeet!" dan merasa agak aneh sendiri. Bisa aja sih cerita-cerita tipikal Harlequin dibikin versi Indonesianya. Toh beberapa buku fiksi Indonesia ada yang mengingatkan saya pada novel-novel Harlequin. Tapi ya itu, berasa ada yang mengganjal di buku ini. 
  8. Ada beberapa pengulangan kalimat (kebatinan) yang menurut saya mengganggu.

Tapi, terlepas dari segala kekurangan, ada juga kok bagian-bagian yang bikin saya menikmati baca buku ini:
  1. Buku ini bener-bener ringan dan menghibur. Penulisnya sukses bikin saya tersihir untuk terus baca sampe abis. *selain mungkin karena todongan dari Dion untuk segera mereview buku ini. Hahahahaha...
  2. Miranda sukses bikin saya ngiri dan berniat diet dan olahraga biar terus fit dan terlihat lebih muda dari usia sebenernya. :D
  3. Saya suka bagian Jessica bilang ke Adrian kalo dia berubah pikiran dan mau menikah dengan Adrian, dan sukses bikin Adrian melongo. :D
  4. Berharap ada sekuelnya tentang Jess dan Nino.
  5. Adrian berkacamata??? Weeew.. jadi penasaran liat bentuk fisiknya, saya pasti jauh lebih suka versi berkacamatanya dia. :D


Akhir kata, buku ini layak untuk dijadikan bacaan yang menghibur. I really wish I could give it 4 stars, tapi karena banyak printilan2x yang mengganggu (buat saya), dengan berat hati saya kasih 2,5 bintang aja.



*Pendapat ini nggak permanen. Seringkali ketika saya baca ulang, pendapat dan sudut pandang saya berubah. Tapi untuk saat ini, ya inilah yang saya rasakan. Seperti kebanyakan review saya yang lain, semua sangat subyektif. Yah, terutama karena saya nggak merasa bisa mereview secara objektif mengenai alur, plot, karakteristik dll. Hehehe...




No comments:

Post a Comment