Monday, March 23, 2015

Review: Croissant oleh Josephine Winda

Croissant by Josephine Winda
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tebal: 208 halaman
Format: Paperback
Terbit: Oktober 2014

SINOPSIS:
Ditemani santainya kepulan asap teh saat senja.
Sepotong croissant renyah mencecap rasa.
Berlapis seperti kisah kehidupan yang tak kunjung habis.
Diwakili sepuluh cerita dunia.
Semoga tak lekas ucapkan bon voyage—selamat tinggal.
Hanya maklumi.
c’est la vie—itulah hidup.


“… kemahiran memadu judul-judul yang funky, bahasa yang light, dan pilihan tema tentang hidup yang muda dengan segala romantismenya, menjadikan kumpulan cerita buku ini seolah teman yang akan menemani kita melepas lelah.” 
Sannie B. Kuncoro, penulis novel “Garis Perempuan”, “Ma Yan”, “Memilikimu”

“… mungkin berlebihan untuk mengatakan saya tersihir oleh tulisan Winda. Tetapi, pasti saya menikmati setiap kata, kalimat, dan keseluruhan ceritanya seperti ketika SD saya menikmati cerita ibu guru saya. Saya bukan sekadar menunggu ending, tetapi juga menikmati bagaimana cerita berproses.” 
Her Suharyanto, pegiat dunia perbukuan dan penulisan.



Review
--------------------------------------------

Membaca dan menyusun kalimat untuk review buku ini membuat perasaan saya naik turun. Saya merasa beruntung bisa kebagian mereview buku ini karena saya termasuk pecinta antologi/kumpulan cerita. Tapi dari semua buku antologi yang sudah saya baca, agak sulit menemukan kumpulan cerita dalam satu buku yang semuanya bisa saya nikmati. Termasuk buku ini.
Dari judul, ilustrasi sampul dan tulisan singkat di belakang buku ini, saya setengah berharap akan menikmati sedikit suasana negara Perancis, menara Eiffel dan berbagai makanan enak khas Perancis, terutama Croissant. Kalau teman-teman juga seperti saya, bersiap-siaplah untuk kecewa. Satu-satunya yang masih ada nuansa Perancis-nya adalah judul setiap cerita, yang masing-masing adalah sebagai berikut:
  1. Déjà Vu.
  2. Bon Appétit. 
  3. Vis-à-Vis. 
  4. Mademoiselle. 
  5. Touché. 
  6. Rendezvous. 
  7. Je t'aime.
  8. C’est la vie. 
  9. Voilà.
  10. Bon Voyage. 
Buat yang suka happy ending (seperti saya), mungkin buku ini kurang cocok buat mereka. Bukan berarti semuanya sad ending atau menggantung, ada kok yang happy ending (lagi-lagi, meskipun ending-nya kurang sesuai sama harapan saya. :D), misalnya Touché. Agak nggak nyangka, tapi seru! Déjà Vu, Bon Appétit dan Bon Voyage adalah judul lain yang saya suka sekaligus nggak suka. Saya malah sempet ilfil and mikir, "Duh, males banget kalo semua kayak begini" ketika membaca Déjà Vu. Tapi siapa sangka endingnya justru bikin saya angkat alis nggak nyangka. Seperti yang saya bilang, rasanya naik turun. Suka dan nggak suka. Bikin saya meringis, rolling eyes tapi juga tertarik dan kagum sama ide ceritanya. 

Hal lain yang agak mengganggu saya di awal ketika baca buku ini adalah bahasanya. Bukan, bukan salahnya si penulis. Tapi karena udah berbulan-bulan ini saya selalu baca roman, buku anak-anak dan self-help (English dan Indonesia) yang (jelas) bentuk bahasanya berbeda. Butuh lebih dari dua judul untuk membuat saya cukup nyaman dan terbiasa dengan bahasa seperti yang digunakan buku ini. Sebetulnya kalimatnya sederhana, singkat, mudah dipahami dan terbilang indah. Tapi ya itu tadi, buat saya pribadi saat itu, ada kalimat-kalimat yang rasanya terlalu indah atau agak baku. Misalnya nih di bagian Bon Voyage. Kalimat langsung yang dikemukakan si anak rasanya kok terlalu berat ya? Dan bukan saya aja yang mikir gitu, tapi ibu saya juga. Mungkin juga ya karena beliau juga banyak membaca buku-buku roman yang sama dengan saya. Hihihihihi... Meski agak kurang nyaman dengan bahasanya, cara penyajiannya sangat mengalir dan ringan untuk diikuti.

Akhir kata:

Plus Plus Plus +++
Saya cukup menikmati membaca buku ini, lancar jaya nggak pake istirahat atau males-malesan (eh, sempet ding di judul pertama, tapi saya sukses memaksa diri untuk meneruskan baca, terutama karena pas di kereta jadi sambil mengisi waktu). Terlepas dari rasa nggak nyaman yang muncul, menurut saya ide di setiap judul sangat menarik. Ringan, sederhana, dikemas dengan rapi. 

Tapi, oh, tapi... 
Harus saya akui ini bukan jenis buku yang membuat saya jadi berbinar-binar antusias, berlama-lama biar nggak cepet abis, juga bukan jenis buku yang akan saya baca lagi di kemudian hari (mungkin akan saya buka kalo butuh rujukan. :D).

Saran:
Coba aja baca. Saya yakin ada orang-orang yang justru akan suka banget sama buku ini. Toh selera orang berbeda, dan ada sejumlah unsur subyektif di review saya dikarenakan situasi dan kondisi.


2 comments: